JK dan Iskandar Mandji di PBB: Hadirkan Indonesia di Dunia
Tahun ini, untuk ketiga kalinya Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin delegasi Indonesia dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat. Meski dinamika sidang berbeda, selama tiga tahun, komposisi delegasi nyaris tidak berubah. Semua ini bukan tanpa sengaja, melainkan sudah dipersiapkan sejak lama.
Jusuf Kalla menepis spekulasi liar seputar kepergiannya ke New York. Sama seperti sebelumnya, kepergiannya atas sepengetahuan dan izin Presiden Joko Widodo langsung. Pertimbangan untuk menghadiri sidang umum pun disesuaikan dengan strategi diplomasi Indonesia.
”Ini tidak main-main, sudah diputuskan jauh-jauh hari,” kata Kalla saat transit di Dubai, Uni Emirat Arab, Minggu (24/9) pagi waktu setempat. Selain Kalla, delegasi Indonesia yang tiga tahun ikut berturut-turut adalah Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi serta Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. Sebelumnya, saat penetapan program Sustainable Development Goals (SDGs) PBB 2015, selain Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, rombongan juga menyertakan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise.
Pengalaman ini membuat Kalla dan delegasi lain semakin memahami seluk-beluk pertemuan tahunan itu. Walau begitu, Kalla tetap menyiapkan diri. Setiap malam dia membaca materi pertemuan, layaknya mahasiswa mengikuti ujian esok harinya. Sebagai pemimpin delegasi, Kalla tidak hanya membacakan kepentingan Indonesia dalam forum-forum tingkat pimpinan. Pria kelahiran Watampone, Sulawesi Selatan, itu juga harus memahami pesan dan langkah-langkah politik luar negeri Indonesia.
”Bayangkan pertemuan dari pagi hingga malam, setiap pertemuan dengan tema yang berbeda. Jika saya tidak baca-baca, bagaimana bisa nanya-nanya ke delegasi lain,” kata Kalla. Selama sidang umum, dari Senin (18/9) pagi hingga Jumat (22/9) malam, Kalla harus menghadiri sekitar 20 pertemuan. Jumlah acara ini belum termasuk kegiatan di luar Markas PBB. Di usianya yang ke-75 tahun, tidak terdengar keluhan menjalani padatnya kegiatan. Kalla terlihat menikmati ritme kegiatan selama di New York meski perbedaan waktu sekitar 11 jam dengan Jakarta.
Pertemanan
Pada sidang ke-72 ini, Indonesia kembali berjuang terkait pencalonannya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Atas kepentingan ini, pada setiap kesempatan, baik di forum besar maupun pertemuan bilateral, Kalla mengampanyekan pencalonan Indonesia. Menarik simpati negara lain, katanya, bukan kerja yang mudah, semua ada hitung-hitungannya.
Ketua Umum Partai Golkar periode 2004-2009 ini tidak asing dengan hal-hal seperti itu. Meyakinkan orang untuk mengikuti pendapatnya sudah sering dilakukan sepanjang karier politiknya. Kepandaian bernegosiasi dengan negara lain dalam pertemuan bilateral menjadi hal penting.
Sebisa mungkin kepentingan dua negara diuntungkan. Lobi saat pertemuan bilateral ini menambah pengaruh dukungan dari Presiden Komoro, Presiden Afrika Selatan, Presiden Palau, dan pimpinan delegasi Bahrain. Tampil ketiga kalinya di sidang umum membuat Kalla semakin mengenal pemimpin negara lain. Hal serupa dialami para anggota delegasi. Perkenalan personal dengan delegasi negara lain penting bagi diplomasi Indonesia di panggung internasional. Jikapun kembali dipertemukan di forum yang sama, tidak perlu banyak basa-basi dalam memulai perbincangan.
”Yang sulit adalah mencari topik pembicaraan. Kalau teman, banyak dari negara lain di sini,” kata Kalla.
Setelah bercakap-cakap sejenak, menurut Kalla, yang selalu disampaikan rekan sejawatnya di sela-sela Sidang Umum PBB adalah salam untuk Presiden Joko Widodo. Perkenalan Kalla dengan orang-orang yang mengikuti sidang umum tidak hanya terjadi di arena Markas PBB. Saat perjalanan dari hotel menuju ke Markas PBB, seorang perempuan diplomat asal Kanada menyapanya. Perempuan jangkung itu mengenalkan diri dan mengaku pernah bertugas di Indonesia selama tiga tahun.
”Bagaimana kabar Indonesia sekarang, Pak. Saya tiga tahun bertugas di sana,” kata perempuan itu dalam bahasa Indonesia. Kalla menjawab bahwa kondisi di Tanah Air baik-baik saja. Diplomat itu lantas meminta foto bersama di tepi lalu lintas jalan New York yang padat.
Cerita di perjalanan
Kehadiran Kalla di New York adalah bagian dari perjalanan panjang sejak 8 September. Sebelumnya, Wapres menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Astana, Kazakhstan, pada 8-12 September. Setelah konferensi OKI, Kalla dan rombongan menuju ke Chicago, AS, untuk mengecek kondisi kesehatannya hingga hari Minggu (17/9) waktu setempat.
Aktivitas selanjutnya dilakukan di New York hingga Minggu (24/9) waktu setempat. Semua aktivitas dari Kazakhstan, Amerika Serikat, hingga kembali ke Tanah Air berlangsung selama 17 hari. Perjalanan dari Jakarta menuju Astana dilakukan menggunakan Pesawat Kepresidenan Boeing Business Jet (BBJ) 2.
Perjalanan berikutnya dari Astana menuju Chicago transit di Dubai dilakukan dengan pesawat komersial. Begitu juga perjalanan pulang dari New York via Dubai menggunakan pesawat komersial. Perjalanan panjang di pesawat terbang begitu monoton. Untungnya ada jeda waktu menunggu keberangkatan maupun transit ke penerbangan berikutnya.
Saat di Bandara John F Kennedy, New York, Sabtu (23/9) pagi, Kalla menghabiskan waktu ke toko buku Hudson. Kebetulan masih ada waktu luang sekitar dua jam sebelum jadwal penerbangan. Kalla membeli buku Albert Arnold Gore atau Al Gore tentang perubahan iklim. Tidak ada yang tahu, kecuali rombongan Indonesia, yang sedang belanja adalah seorang wakil presiden. Pengawalan dilakukan tidak terlalu mencolok.
Kalla kembali memecah kebosanan saat pesawat transit dengan makan bersama di Lounge Emirates, Bandara Internasional Dubai, Minggu (24/9) pagi. Di tempat itu, Kalla bercengkerama dengan Koordinator Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi dan rekannya, Iskandar Mandji.
Iskandar adalah mantan anggota DPR dan ketua Tim Sukses Jenggala Center. Kalla juga ditemani Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar. Sebelum memulai makan, Kalla menghampiri jurnalis dan bertanya, ”Apa yang sedang ramai di Jakarta?”
Kami menyampaikan berita-berita yang menjadi perbincangan publik. Perjalanannya tiga kali mengikuti Sidang Umum PBB tentu tidak sia-sia. ”Ini perjalanan panjang Indonesia, tak hanya untuk tujuan sesaat, seperti mengejar keanggotaan tidak tetap di Dewan Keamanan PBB, tetapi juga menunjukkan kehadiran dan kepedulian Indonesia pada persoalan-persoalan dunia,” tuturnya. (*)
SUMBER: KOMPAS, 1 Oktober 2017