Jenggala Center: Tentang Jejak Siasat dan Strategi
Bicara tim pemenangan, tidak bisa lepas dari siasat dan strategi. Tak terkecuali di Tim Relawan Jenggala, sebagai tim pemenangan yang melekat pada figur Calon Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat Pilpres 2014.
Siasat dan Strategi pemenangan atas calon yang didukung, lazim dituangkan dalam satu bentuk program kerja. Jika diturunkan lebih jauh, akan lahir prognosa atas hasil. Memang, program yang baik, tidak paralel dengan hasil yang baik.
Sebaliknya, program yang tidak baik, jauh lebih kecil kemungkinannya untuk berhasil dengan baik.
Dalam kondisi seperti itulah, personal touch, kapasitas individu, managerial skill, serta manajemen kerja yang lentur dan adaptif, menjadi sangat mutlak.
Di Tim Relawan Jenggala, manajemen kerjanya sangat cair. Ini berbeda dengan, misalnya, manajemen partai politik yang cenderung kental.
Tim Relawan Jenggala, bisa dikatakan, lahir dalam ketergesa-gesaan, bekerja dalam keterburu-buruan, dan berimprovisasi dalam waktu yang berkejar-kejaran. Situasi yang genting semacam itu tidaklah membuat kami panik. Malah melecut kami menjadi awas, ngeh, waspada. Itulah mungkin yang disebut profesional dalam kacamata kearifan lokal kita yang kaya: menggabungkan kerja keras dan kerja intuitif. Di dalam sepakbola, ini semacam total football.
Selain itu dukungan jam terbang politik dari sejumlah awak Tim Jenggala menjadikan setiap langkah perencanaan dan eksekusi; memuluskan jalan kemenangan sang pasangan calon yang kami dukung.
Bahwa terjadi gesekan, perbedaan pendapat, apalagi dalam situasi tensi tinggi, menjadi batu ujian yang memang harus kami lalui. Lalu semua itu teredam dengan sendirinya secara alami dan baik, karena ada satu tujuan yang sama, memenangkan pertandingan.
Ikatan persaudaraan lahir-batin sesama anggota tim Jenggala, dilandasi rasa persaudaraan yang tinggi, melumerkan guncangan-guncangan internal di antara kami.
Keseluruhan proses kerja, bisa dipilah ke dalam tiga ragam manajemen tim pemenangan. Pertama, manajemen organisasi politik. Kedua, manajemen strategi pemenangan. Ketiga, manajemen operasional di lapangan.
Akan tetapi, ketiga manajemen itu, tidak bisa dikatakan sebagai manajemen yang tertuang dalam lembar kertas kaku dan mengikat. Keseluruhan manajemen itu terselenggara dalam bungkus manajemen yang komunikatif, bukan manajemen instruktif. Manajemen interaktif, bukan top-down.
Jika ditarik kesimpulan, maka ketiga model manajemen tadi, dilaksanakan secara komunikatif dan interaktif, menjadi sebuah kegiatan tim pemenangan.
Dalam praktik, Tim Jenggala menggerakkan semua kekuatan, baik kekuatan yang ada di kantor pusat, kekuatan di berbagai pelosok daerah di Indonesia, serta kekuatan yang tersebar di manca negara. Semua bergerak dalam derap langkah spartan yang sama, tetapi tak jarang, dengan isu yang berbeda.
Kondisi itu, tidak akan terjadi jika diterapkan dalam satu pola management as usual. Manajemen normatif adalah sebuah gerakan terstruktur dengan pakem seragam. Itulah bedanya manajemen yang dijalankan Tim Relawan Jenggala dengan tim pemenangan lain.
Karenanya, gerak langkah Tim Relawan Jenggala menjadi sangat dinamis dan penuh warna. Menyadari bahwa setiap daerah memiliki isu lokal yang kuat, setiap negara memiliki perilaku dan isu yang berbeda, maka manajemen ala Tim Jenggala yang komunikatif dan interaktif, menjadikan semua perbedaan justru menjadi kekuatan.
Manajemen Tim Relawan Jenggala sangat beragam, tetapi semua bergerak ke titik yang sama, dengan cara berbeda-beda. Di bidang manajemen operasional, misalnya, Tim Jenggala melakukan berbagai kegiatan berdasarkan situasi yang berkembang di lapangan.
Jelaslah, bahwa antisipasi, kreasi, dan improvisasi menjadi sangat penting. Sebab, pola manajemen seperti itu, bukanlah tipe manajemen yang disusun dari awal, kemudian tinggal dijalankan.
Manajemen adaptif dengan situasi di lapangan, adalah manajemen yang siap mengantisipasi setiap perkembangan di lapangan yang sangat-sangat dinamis, sangat tak terduga. Seperti suatu hari, tim inti Jenggala berangkat malam-malam ke Jawa Tengah dan Jawa Timur naik angkutan umum, meski harus menginap di peron stasiun. Sebab, ketika itu, memang terdapat informasi yang mutlak harus segera disikapi.
Manajemen adaptif, komunikatif, dan interaktif juga memungkinkan Tim Jenggala bisa berkomunikasi tanpa sekat dengan para relawan di lapangan. Bahkan, tanpa hambatan jarak dan waktu. Komunikasi bisa dengan fasilitas telekomunikasi yang semakin modern. Komunikasi bisa dilakukan jam berapa pun, tanpa sungkan. Dengan begitu, setiap permasalahan di lapangan, lekas terkendali dan tidak sampai berkembang menjadi tidak terkendali.
Dengan manajemen seperti itu, para relawan di seluruh pelosok Indonesia, bahkan yang ada di berbagai negara, menjadi sangat loyal dan militan.
Sesungguhnya, tanpa kita sadari, atau bahkan mungkin juga dengan sangat sadar, terjadi karena ada persamaan ideologi. Ideologi atau keyakinan, bekerja untuk Jokowi-JK demi kepentingan menjadikan Indonesia yang jauh lebih baik.
Bentuk komunikasi kerja yang responsif, juga membuat semua yang terlibat menjadi lebih tenang dan terjamin. Pernah satu ketika, seorang relawan Jenggala di Yogyakarta dicederai pihak tak dikenal.
Tim Jenggala Pusat dengan sigap dan cepat merespon kejadian itu. Memastikan korban tertangani dengan baik, dan mengantisipasi tidak terjadi musibah yang sama menimpa relawan Jenggala di lain tempat dan di lain waktu. Bahkan Cawapres JK menyempatkan diri membesuk di sela sela kegiatan kampanyenya.
Manajemen strategi yang antisipatif, lentur, cair, komunikatif, interaktif, dan adaptif tadi, bukannya tanpa problem. Tidak jarang, Jenggala Pusat yang berkedudukan di Jakarta harus menerima amarah dan sikap tidak sabar dari para relawan daerah. Contoh, soal baliho, spanduk, dan alat peraga kampanye lain.
Jenggala tidak jor-joran memasang baliho atau spanduk. Alasannya sederhana. Tim pemenangan Jokowi-JK yang lain sudah melakukan itu. Ada Seknas dan Projo yang melekat pada Capres Jokowi. Ada tim pemenangan partai pengusung. Semua melakukan kegiatan pemasangan baliho dan spanduk, serta atribut lain. Demikian pula pasangan lawan.
Jenggala justru menahan diri. Logistik berupa baliho dan spanduk, baru didistribusikan serentak ke seluruh belahan Tanah Air sekitar dua minggu sebelum minggu tenang. Di mata sebagian orang, itu adalah keterlambatan. Namun, sejatinya itu adalah strategi Tim Jenggala.
Di saat spanduk, poster, baliho pihak lawan sudah banyak yang lusuh, robek, atau bahkan ambruk, lalu muncul dan bertebaranlah spanduk, poster, dan baliho produk Jenggala yang masih bersih dan terang warnanya, tegak berdiri, kokoh tertempel, kencang terikat di berbagai sudut strategis. Tentu saja, hingga minggu tenang tiba, spanduk, baliho, dan poster produk Jenggala masih bagus.
Citra “bagus” itulah yang terakhir melekat di benak masyarakat. Jenggala tahu benar faktor psikologis masyarakat yang relatif gampang lupa.
Bahkan, ada keuntungan lain, tidak sedikit baliho, poster, dan spanduk Jokowi-JK produk Jenggala yang tidak sempat dibersihkan hingga hari H pencoblosan.
Itulah manfaat manajemen ala Jenggala. Judul-judul pada tulisan berikutnya dalam buku “Jenggala Kita”, adalah gambaran praktik nyata manajemen tim pemenangan ala Jenggala. Semoga bermanfaat.
Salam,
Iskandar Mandji
Ketua Tim Jenggala 2014
Ketua Dewan Pembina Jengga Center